Saat ini melalui mekanisme Penerimaan Peserta
Didik Baru (PPDB) dengan lebih mengedepankan sistem zonasi, maka sekolah tidak
bisa lagi memilih peserta didiknya dengan peserta didik pilihan. Sekolah yang
dikatakan bagus atau unggul adalah sekolah yang lebih mengutamakan proses.
Disini lah peran kepala sekolah, guru, dan staf termasuk komite sekolah serta
masyarakat sekitar akan berperan dalam mewujudkan suatu sekolah bisa layak
disebut sekolah yang unggul.
Munif Chatib dalam Nurdyansyah & Andiek
Widodo (2017:93-96) tentang
sekolah unggul, yakni sekolah yang tidak menitikberatkan pada kualitas akademik
peserta didik. Peserta didik baru yang masuk ke sekolah. Dengan kata lain,
sekolah unggulan adalah sekolah yang menganut paham ”The Best Process”
bukan ”The Best Input”. Akibatnya, sekolah unggul seyogianya
dengan suka cita menerima semua peserta didik dalam kondisi apapun.
Lebih lanjut, Chatib mengurai indikator sekolah yang menganut ”The Best
Process” sebagai berikut:
1. Pertama, Sekolah unggul
tidak menerapkan tes masuk pada peserta didik barunya, namun melakukan inventarisasi
kemampuan peserta didik dalam hal kesiapan belajar, ketertarikan, dan
profil belajar. Biasanya sekolah ini menggunakan sebuah perangkat riset
untuk mengetahuai kondisi kemampuan peserta didik yang masuk ke sekolah
tersebut. Perangkat ini dikenal dengan Multiple Intelligence Research
(MIR) yang mampu mengetahui banyak dimensi kondisi kemampuan dan kekurangan peserta
didik terutama tentang bagaimana gaya belajar peserta didik. Hal ini juga
berlaku untuk kurikulum merdeka sekarang dengan pembelajaran diferensiasinya.
2. Kedua, Sekolah dan pendidik
pada sekolah unggul akan mendapatkan sebuah kenyataan tentang kemampuan
akademik dan karakter peserta didik barunya sangat beragam. Sehingga
hal ini merupakan tantangan bagi pendidik untuk mengubah menjadi ke
arah positif. Akhirnya Pendidik di sekolah unggul dituntut menjadi ”agen
perubahan”. Mengubah kondisi akademik dan karakter peserta didik yang
negatif menjadi positif.
Standar dan harapan yang tinggi untuk
semua peserta didik. Guru dan staf percaya bahwa semua siswa dapat belajar dan
memenuhi standar yang tinggi. Sambil mengenali bahwa beberapa siswa harus mengatasi
hambatan yang signifikan, hambatan tersebut tidak dilihat sebagai hal yang
mustahil untuk mencapai. Siswa ditawari program studi yang ambisius dan ketat.
3. Ketiga, Menurut Tom J.
Parkins, sekolah yang demikian merupakan sekolah yang sebenarnya, sekolah yang menerima
segala kondisi peserta didiknya. Kemudian kondisi itu dipelajari dan
diteliti, lalu dengan data tersebut, para Pendidik mencoba mengembangkan
kemampuan peserta didiknya dengan cara yang berbeda-beda. Sekolah
unggul adalah sekolah yang menitik beratkan pada kualitas proses
pembelajaran, dan ini ada pada pundak pendidik, bukan pada kualitas input peserta
didiknya.
Pemantauan
belajar dan mengajar yang sering. Siklus yang stabil dari penilaian yang berdiferensiasi dan dapat mengidentifikasi peserta didik yang membutuhkan bantuan. Lebih
banyak dukungan dan waktu
pembelajaran yang disediakan, baik pada hari sekolah
atau di luar jam sekolah biasa, untuk siswa yang membutuhkan lebih banyak bantuan. Pembelajaran disesuaikan berdasarkan seringnya
pemantauan kemajuan
dan kebutuhan peserta didik.
Hasil penilaian digunakan untuk memfokuskan dan memperbaiki program pembelajaran dengan memperbanyak umpan balik dan
refleksi.
4. Keempat, Pendidik
pada sekolah ini biasanya kreatif, sebab meyakini bahwa gaya mengajar
pendidik tersebut harus disesuaikan dengan gaya belajar peserta
didiknya. Tuntutan mengajar dengan pola demikian hanya dapat dilakukan oleh
pendidik yang punya dedikasi dan kompetensi mengajar yang baik.
Dengan demikian sekolah yang menerapkan konsep ini, biasanya jadwal pelatihan pendidik
sangat padat. Pendidik benar-benar diharapkan profesional dan
menjadi agen perubahan.
Guru adalah
panutan peserta didik. Mereka memiliki
pengaruh yang kuat dalam membentuk sikap dan kepribadian peserta didik,
sehingga perlu memiliki sifat-sifat yang terpuji yang menumbuhkan bakat dan
kemampuan peserta didik. Guru yang baik mudah didekati dan bersedia untuk
membimbing peserta didik mereka dalam mencapai keunggulan akademik dan mencapai
tujuan pribadi mereka. Demikian juga, kepala sekolah, guru, dan semua staf
sekolah harus profesional dan mendukung kebutuhan staf akademik. Guru yang
baik memberdayakan sekolah dengan menciptakan teknik pembelajaran yang memupuk
keterampilan mereka dan memperluas keahlian mereka untuk menjadi
guru yang lebih baik.
5. Kelima, Lingkungan belajar
yang mendukung. Sekolah memiliki lingkungan belajar yang aman, beradab,
sehat, dan merangsang intelektual. Siswa merasa dihormati dan terhubung
dengan guru/staf dan terlibat dalam pembelajaran. Pembelajaran
dipersonalisasi dan lingkungan belajar yang kecil meningkatkan kontak siswa
dengan guru. Sekolah yang bagus
adalah tempat di mana peserta didik
merasa aman, secara fisik dan emosional. Ini adalah komunitas yang
mendukung di mana guru dan peserta
didik
berkolaborasi dan fokus untuk mencapai pembelajaran yang lebih baik. Oleh
karena itu, bebas dari perilaku negatif, seperti intimidasi dan
pelecehan. Alih-alih memberikan hukuman sebagai sarana untuk mendisiplinkan
siswa, sekolah mungkin berfokus pada pencegahan perilaku buruk siswa
dengan menerapkan tindakan disipliner yang aman bagi siswa dan bermanfaat
bagi masyarakat, seperti membiarkan siswa melakukan pekerjaan sosial atau
pengabdian masyarakat untuk tujuan tertentu. periode waktu.
6. Keenam, Tingkat keterlibatan keluarga dan
masyarakat yang tinggi. Ada
rasa bahwa semua memiliki tanggung jawab untuk mendidik peserta didik, bukan hanya guru dan staf di
dalamnya sekolah. Keluarga, masyarakat,
serta
dunia usaha,
lembaga layanan sosial, dan komunitas perguruan
tinggi & universitas, semua memainkan peran penting dalam upaya ini.
Kolaborasi dan komunikasi tingkat tinggi. Ada kerja tim yang kuat di antara semua staf di semua kelas. Semua orang terlibat dan terhubung satu sama
lain, termasuk orang tua dan anggota masyarakat, untuk mengidentifikasi masalah dan bekerja pada solusi.
7. Ketujuh, sekolah unggulan menyediakan peralatan dan fasilitas mutakhir untuk
membantu meningkatkan pembelajaran peserta didik. Memberi peserta didik akses ke alat dan fasilitas
pendidikan yang kuat, seperti komputer, laboratorium, dan perpustakaan
memperdalam pengetahuan mereka dan semakin meningkatkan keterampilan logis dan
kognitif mereka. Selain itu, sekolah menawarkan kepada peserta didik (termasuk mereka yang menyukai seni
pertunjukan) kesempatan untuk memperkaya pengalaman pendidikan mereka dan
memupuk bakat mereka seperti mengikuti tur pertunjukan sekolah.
Sungguh, luar biasa jika setiap sekolah di
Indonesia melakukan restrukturisasi sekolah unggulan sebagaimana indikator di
atas. Setiap sekolah akan berlomba-lomba melakukan proses pembelajaran yang dianggap
terbaik, yang tentunya akan berdampak pada kualitas lulusan yang baik pula.
Dengan tidak melakukan seleksi peserta didik pada penerimaan peserta didik baru, maka akan meniadakan kesenjangan antara sekolah yang satu dengan sekolah yang lain, antara peserta didik satu dengan peserta didik lainnya.
Dari uraian di atas, maka hakikat sekolah
unggul ditinjau dari perspektif multiple intelligences adalah sekolah
yang memiliki keunggulan dalam pelayanan kepada peserta didik dengan memberikan
kesempatan untuk mengembangkan kecerdasan peserta didik seoptimal mungkin.
Berpijak pada hal inilah, maka setiap sekolah tanpa mengklaim dirinya sebagai sekolah
unggulan- yang berhasil mengubah paradigma, dari the best input
menjadi the best process dan the best output, maka
secara otomatis, masyarakat akan mengklaim bahwa sekolah yang demikianlah, yang
layak menjadi sekolah unggulan.
Dengan mengubah paradigma inilah, kiranya
penulis yang selama ini selalu mengidentikkan sekolah unggul merupakan sekolah
yang didesain dengan bangunan megah yang melakukan seleksi peserta
didik secara ketat menjadi sekolah yang “apa adanya”. Sekolah unggul
merupakan sekolah yang “berani”
menerima peserta didiknya dengan kondisi apa
pun, yang selanjutnya diberikan proses pembelajaran yang berkualitas (the
best proccess). Dengan demikian, sekolah tersebut akan mampu melahirkan
lulusan-lulusan berdaya saing tinggi (the best output) yang punya
kompetensi dan siap berkompetisi di masyarakat luas.
Sumber:
Nurdyansyah & Andiek
Widodo. 2017. Manajemen
Sekolah Berbasis ICT. Sidoarjo: Nizamia Learning Center.
https://www.eisau.com.au/blog/5-key-qualities-of-a-good-school/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar